Pakar TCI Tegaskan Perlunya Antisipasi Bencana Tsunami di Kawasan Bandara Kulonprogo

Sejumlah pakar dari Transformasi Cita Infrastruktur mengusulkan perlunya penambahan bangunan mitigasi bencana tsunami di kawasan Bandara Baru di Kulonprogo, New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Pakar Bidang Teknik dan Sumber Daya Kelautan Transformasi Cita Infrsatruktur (TCI) Widjokongko di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja, Minggu, menjelaskan bandar udara (bandara) baru di Kulonprogo adalah salah satu bandara yang rawan terdampak tsunami karena lokasinya di bibir pantai dan menghadap subduksi selatan Jawa. “Berdasar kajian empiris terdahulu, tidak ada solusi tunggal yang efektif yang dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh tsunami besar,” kata Widjokongko.

Menurut Widjo, kawasan bandara tersebut rawan tsunami dengan tinggi lebih dari 10 meter jika terjadi gempa mencapai 8,3 skala Richter (SR), berpusat di selatan Jawa. Tanpa upaya mitigasi, empasan gelombang bisa mencapai 2 kilometer dari garis pantai.

Oleh karena itulah, Widjokongko menegaskan pengoptimalan sabuk hijau dikemas sebagai salah satu dari beberapa usulan desain mitigasi tsunami yang dipandang CTI paling efektif dan ekonomis. Desain tersebut terdiri atas tiga lapisan berupa gumuk pasir, sabuk hijau (mangrove atau cemara udang), dan parit yang posisinya 200 meter di antara bibir pantai dan Bandara Kulon Progo.

Struktur reduksi tsunami berupa gumuk pasir dan sabuk hijau akan membutuhkan gali timbun kurang lebih 1,7 juta meter kubik dan 50 hektare sabuk hijau. “Berdasarkan hasil simulasi, melalui sekenario itu dampak tsunami hanya 1,1 persen terhadap Bandara Kulon Progo,” tuturnya.

Usulan alternatif desain mitigasi lainnya, menurut dia, yakni dengan menaikkan tanah landasan pacu setinggi 5 meter dengan luas 285 hektare. Alternatif itu akan membutuhkan biaya yang mahal karena membutuhkan sekitar 17 juta meter kubik timbunan padat.

Alternatif lainnya yaitu merelokasi tapak bandara kurang lebih dua kilometer menjauh dari garis pantai. “Alternatif merelokasi bandara tidak menjadi pilihan karena faktor lahan dan menghindari masalah sosial yang akan timbul,” imbuhnya.

Sebagai informasi masterplan Bandara Kulonprogo memiliki runway sepanjang 3.600 meter. Landasan ini mampu melayani pesawat ukuran besar dan bertaraf internasional. Pada landasan sisi timur-barat, ditambah dua perimeter masing-masing sejauh 900 meter sehingga total keseluruhan runway adalah 4.400 meter.

Luas lahan bandara mencapai sekitar 350 hektare, dilengkapi 7 taxiway dengan 4 interconnect taxiway. Sarana dan fasilitas yang ada nantinya adalah apron, terminal building, commercial building, technical building dan dukungan pengoperasian penerbangan dengan Air Traffic Control (ATC) serta fasilitas parkir bagi pengunjung. Bandara yang mampu melayani 30 juta penumpang setiap tahun.

Ketua Dewan Pengurus TCI Rahman Hidayat memaparkan bandara baru di Kulon Progo akan menjadi salah satu dari enam pintu utama penerbangan internasional di Indonesia. Berdasarkan kajian, pada 2040 bandara itu diproyeksikan memiliki kapasitas 20 juta penumpang setiap tahun dengan 120.000 pergerakan pesawat. “Kalau tidak hati-hati maka kita mempertaruhkan nyawa ribuan orang yang akan melakukan penerbangan,” tambahnya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pakar TCI Tegaskan Perlunya Antisipasi Bencana Tsunami di Kawasan Bandara Kulonprogo"

Post a Comment